Karya Dosen Tomy Michael

  Selasa, 17 Oktober 2023 - 12:44:01 WIB   -     Dibaca: 159 kali

Tulisan Dosen FH Untag Surabaya Dr. Tomy Michael, S.H., MH., berjudul Algoritma Keadilan Hukum Di Era Kecerdasan Buatan di Mata Banua 17 Oktober 2023. Secara tradisional, negara adalah kesatuan wilayah, administrasi, masyarakat serta pemerintahan. Definisi ini hingga sekarang selalu berkembang tanpa meninggalkan makna awal. Begitu juga dengan keadilan yang dimaknai sebagai capaian seseorang atas kemampuannya. Pernyataan yang sederhana itu ternyata merugikan keadilan dalam perspektif ilmu hukum. Keadilan dalam ilmu hukum sebagai keadilan hukum adalah hal yang memberikan dampak dan tidak merugikan orang lain. Tentu saja keadilan hukum menjadi terpusat karena peran serta negara salah satunya putusan hakim. Mengacu Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 termaktub bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Artinya hukum terdahulu baru keadilan kemudian dicapai. Terdapat enam kata “keadilan” disebut dalam UUD NRI Tahun 1945 yang sebetulnya tidak bisa dianggap bahwa keadilan bukanlah tujuan utama. 
Ketika keadilan hukum dibenturkan dengan kecerdasan buatan maka penggeraknya adalah milik seseorang. Memang, kecerdasan buatan mengambil banyak data dari manapun dan mengolah sedemikian rupa. Tetapi entitas seseorang tetap ada dan tidak dapat dihilangkan.
Sergey Yu. Chucha mengatakan bahwa nasib kecerdasan buatan terkait menciptakan keadilan hukum tergantung bagaimana masyarakat meresponsnya. Penyerahan kepercayaan masyarakat tidak dapat disalahkan secara mutlak karena terjadi reduksi keadilan dalam ruang yang nyata. Pemecahan masalah menjadi awal utama bagaimana masyarakat memiliki cara untuk menyelesaikannya. Kemudian ketika kecerdasan buatan menjadi pilihan utama maka sebaiknya negara turut serta dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. 
Negara tidak bisa lagi kaku tetapi harus mengikuti perkembangan teknologi agar keadilan hukum itu nyata dalam ruang virtual. Menyiapkan peradilan virtual dengan memasukkan berbagai jenis putusan dalam sistem yang canggih akan mampu menyaring apakah tiap pokok permasalahan yang masuk ke pengadilan harus validasi? Jangan sampai pokok permasalahan yang diajukan adalah merupakan hasil analisa kecerdasan buatan tetapi dianalisa oleh seorang manusia dengan segala keterbatasannya. Opini ini tidak menegasikan pikiran seseorang namun bagaimana negara harus selangkah lebih maju. Kecerdasan buatan harus dilawan dengan kecerdasan buatan agar muncul algoritma yang berkeadilan.
Berikutnya ketika analisa awal selesai maka kemampuan memberikan keputusan adalah ditangan hakim karena putusan tidak sekadar berdasarkan peraturan perundang-undangan saja. Hakim adalah pemberi keputusan berdasarkan apa yang diyakininya karena terkait yurisprudensi. Mungkin akan terjadi penolakan karena awalnya menggunakan kecerdasan buatan tetapi putusan melibatkan pikiran manusia seutuhnya. Ketika hal ini dilakukan maka putusan yang ada merupakan gabungan antara kecerdsan buatan dan pikiran hakim. Hal ini dapat menjadi jalan keluar ketika teori-teori keadilan dalam ilmu hukum menjadi tidak relevan karena pemuatan teori tersebut tidak memikirkan apa yang terjadi di masa mendatang. Lagipula ketika hanya berpaku pada penggunaan teori tanpa adanya porsi lebih dari argumen diri sendiri maka terjadi peleburan pemikiran. Penulis memiliki keyakinan cara ini menjadi pilihan terbaik karena kecerdasan buatan akan semakin berkembang dengan berbagai permasalahannya.
Salah satunya yang paling krusial yaitu bagaimanakah keadilan hukum yang diciptakan kecerdasan buatan pada akhirnya melepaskan seseorang dari sanksi. Bisakah keadilan hukum itu dikatakan sebagai pemikiran yang konkret? Karena fakta hukum memegang peranan penting dalam proses peradilan. Dalam menjawab pertanyaan ini maka negara harus memasukkan landasan futuristis dalam konsiderans undang-undang. 
Landasan futuristis akan memberikan keadilan hukum karena terdapat desain yang mampu menebak dimasa mendatang. Landasan futuristis juga menggunakan kecerdasan buatan yang mumpuni. Hanya saja terdapat kebingungan dalam mengkolaborasikan kecerdasan buatan dan kecerdasan manusia. Sepertinya irah-irah akan bertambah menjadi “dan berdasarkan kecerdasan buatan”. Memang butuh waktu dan perubahan paradigma tetapi itu sepertinya jalan yang bijaksana.